KEKUATAN UTAMA BURUH adalah MOGOK KERJA...
Jadi sebelum kita melakukan MOGOK
KERJA kita WAJIB MENGETAHUI tentang TATA CARA dan dasar hukum MOGOK KERJA
Definisi Mogok
Kerja berdasarkan UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimuat dalam pasal 1
angka 23 yaitu sebagai berikut : “Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang
direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja
untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan”.
Mogok Kerja
hanya dapat dilakukan oleh pekerja dan harus direncanakan dan dilaksanakan
secara bersama-sama serta dilakukan oleh lebih dari satu orang. Tujuan Mogok
Kerja adalah untuk memaksa perusahaan/majikan mendengarkan dan menerima
tuntutan pekerja dan/atau serikat pekerja, caranya adalah dengan membuat
perusahaan merasakan akibat dari proses produksi yang terhenti atau melambat.
Sebelum melakukan Mogok Kerja
pekerja harus memperhatikan beberapa peraturan perundangan, diantaranya :
- Undang-Undang 13 tahun 2003(lihat disini) tentang Ketenagakerjaan (UUK).
- SE
Menakertrans 368 Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
No. 368.Kp.02.03.2002 Tahun 2002 Tentang Prosedur Mogok Kerja Dan
Penutupan Perusahaan (Lock Out)
- Kepmen 232(lihat disini) Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep.
232/men/2003 Tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah.
Hal-hal penting
yang terdapat dalam ketiga peraturan perundangan tersebut diatas :
ogok kerja merupakan hak dasar
pekerja yang harus dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya
perundingan” (Pasal 137 UUK jo. Pasal 2
Kepmen 232). Dengan demikian, untuk mewujudkan mogok kerja yang sah, tertib
dan damai, sesuai ketentuan yang berlaku, ada kewajiban-kewajiban yang harus
dilakukan sebelum mogok kerja dilakukan :
A.
UUK
I. Pasal 139 UUK
Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan
yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya
membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.
(Pasal 139 UUK)
II. Pasal 140 UUK
1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja
dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
2)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a) waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b) tempat mogok kerja;
c) alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d) tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan
sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk
sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat
mengambil tindakan sementara dengan cara:
a) melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan
proses produksi; atau
b) Bila dianggap perlu melarang
pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
B.
SE Menakertrans 368
I. Dalam hal pekerja/buruh hendak melakukan mogok kerja atau pengusaha hendak
mengadakan penutupan perusahaan (lock out), maka maksud tersebut harus
diberitahukan dengan surat kepada pihak lainnya dan kepada Ketua Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4-D).
II. Dalam surat tersebut harus menerangkan dengan disertai bukti-bukti bahwa:
1) telah diadakan perundingan yang mendalam mengenai pokok-pokok perselisihan
dengan pihak lainnya yang diketua atau diperantarai oleh pegawai perantara
atau;
2) pihak lainnya menolak untuk mengadakan perundingan atau;
3) pihak yang hendak melakukan tindakan telah 2 (dua) kali dalam jangka waktu
2 (dua) minggu tidak berhasil mengajak pihak lainnya untuk berunding mengenai
hal-hal yang diperselisihkan;
III. Surat pemberitahuan rencana pemogokan pekerja dimaksud harus memuat:
1)
nama dan alamat penanggung jawab pemogokan;
2)
jumlah pekerja yang akan melakukan pemogokan;
3)
hal yang diperselisihkan dan tuntutan;
4)
hari, tanggal, jam dan lamanya pemogokan.
C. kepmen 232
I. melakukan mogok yang tidak sah (lihat Pasal 142 jo Pasal
139 dan Pasal 140 UUK). Kepmen 232 mengatur akibat hukum
dari mogok kerja yang tidak sah yaitu
1)
Pasal 6
a)
Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dikualifikasikan sebagai mangkir.
b)
Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam tenggang
waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis.
c)
Pekerja/buruh yang tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) maka dianggap mengundurkan diri.
2) Pasal 7
a)
Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 dikualifikasikan sebagai mangkir.
b)
Dalam hal mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan
dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.
II. Sanksi bagi pekerja/buruh yang melakukan mogok yang tidak sah diatur
dalam Pasal 186 UUK yaitu kurungan paling singkat satu bulan dan
paling lama empat tahun. Ada pula denda paling sedikit Rp10 Juta, paling banyak
Rp400 Juta.
III. menghalang-halangi pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
melakukan mogok kerja yang sah (Pasal
143 ayat [1] UUK) atau menangkap/menahan pekerja/buruh dan serikat
pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah (Pasal 143 ayat [2] UUK). Sanksi atas
pelanggaran Pasal 143 UUK tersebut adalah pidana penjara paling singkat satu
tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan
paling banyak Rp400 juta (lihat Pasal
185 ayat [1] UUK).
Selanjutnya
apakah pekerja harus mendapatkan izin dari kepolisian apabila ingin melakukan
aksi mogok kerja ?
Pertanyaan
ini sering menjadi pertanyaan para pekerja yang akan melakukan aksi mogok kerja.
Mengacu pada
peraturan perundangan Ketenagakerjaa sebagaimana dibahas diatas maka sebelum
melakukan mogok kerja, maka yang wajib diberitahukan tertulis hanya pihak
pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat, karena tidak ada menyebutkan harus ada izin dari Kepolisian. Hal
ini berlaku apabila aksi mogok kerja yang lakukan hanya berupa aksi diam atau
mogok (bolos kerja) bersama-sama, maka tidak perlu meminta izin dari
kepolisian. Tetapi jika mogok kerja dilakukan dengan aksi unjuk rasa
atau melakukan konvoi dapat dikategorikan sebagai kegiatan menyampaikan
pendapat di muka umum. Berdasarkan maka Pasal 5 jo. Pasal 6 Perkapolri
No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan
dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum (“Perkapolri
9/2008”), penyelenggara kegiatan penyampaian pendapat di muka umum, wajib
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Pejabat Kepolisian setempat,
sebelum kegiatan dilakukan.
Menurut Pasal
15 Perkapolri 9/2008, penyampaian pemberitahuan dilakukan kepada pejabat
kepolisian serendah-rendah tingkat Polsek dimana kegiatan akan dilakukan dan
pemberitahuan tersebut sudah harus diterima Kepolisian paling lambat 3 x 24 jam
sebelum kegiatan dilakukan. Apabila surat pemberitahuan sudah diberikan sesuai
ketentuan, maka berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf b Perkapolri 9/2008, pihak kepolisian
berkewajiban segera menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dengan
tembusan kepada satuan kepolisian yang terkait, instansi yang terkait,
pemilik/lokasi tempat objek/sasaran penyampaian pendapat di muka umum.
Jadi, mogok
kerja yang dilakukan tanpa melakukan aksi unjuk rasa atau pawai (kegiatan
penyampaian pendapat di muka umum) cukup melakukan pemberitahuan tertulis
kepada pihak pengusaha dan instansi ketenagakerjaan setempat. Tetapi, bila
mogok kerja dilakukan dengan aksi unjuk rasa, maka harus memberitahukan
terlebih dahulu kepada pihak Kepolisian sebelum kegiatan dilakukan.
Perlu diingat
bahwa yang dibutuhkan dari pihak kepolisian apabila pekerja akan melakukan
mogok kerja yang disertai dengan unjuk rasa adalah surat tanda terima
pemberitahuan (STTP), bukan surat izin. Artinya adalah pekerja cukup
melayangkan surat pemberitahuan dan pastikan serah terima surat pemberitahuan
dibubuhi tanda tangan oleh penerima surat di kepolisian. Hal ini penting
apabila dikemudian hari pihak kepolisian tidak mau merespon surat tersebut atau
tidak mau mengeluarkan STTP yang resmi, maka aksi tetap dapat berjalan dan sah.